Jumat, 19 Maret 2010

EGOIS (Wajah lain kesedihan)

Hari ini aku menemukan wajah lain dari kesedihan.
Wajah itu bernama EGOIS.

Siang tadi sahabatku mengirimkan sms dan bertanya bagaimana keadaan.

Ada nada terharu menagalun dalam hatiku, dan mengucap kata “akhirnya dia ingat bertanya kabarku”.

Tapi yang terbesar adalah nada KECEWA.

Mengapa baru sekarang dia bertanya seperti itu?
Mengapa tidak lebih awal?
Mengapa tidak lebih sering?
Mengapa dia tidak bisa memberikan “dirinya” lebih dari yang dia lakukan saat aku begini terluka?
Mengapa orang lain, yang harus memperhatikan aku lebih?dan bukan dia, dia-yang adalah pasanganku-ketika berikrar kami adalah sahabat, bertahun dahulu?

Ada ribuan MENGAPA untuknya?
EGOIS bukan?

Aku tidak mengeluh ketika dia mengingat ulang tahunku di penghujung hari.
Aku tidak mengeluh ketika dia tak bertanya tentang penerbangan yang baru kulalui.
Aku tidak mengeluh jika kami tidak lagi bisa menghabiskan banyak waktu bersama.
Aku tidak mengeluh ketika dia tak bertanya apapun ketika aku sampai di kota yang baru.
Aku tidak mengeluh jika aku yang selalu lebih dulu menghubunginya.
Aku tidak mengeluh karena ku sadar hidup kami berbeda.

Kesedihan ini begitu besar.
Dia tahu jelas.
Tapi mengapa dia tak mengiringiku melalui kesedihan ini?
Mengapa dia tak berlaku sebagai SAHABAT kali ini?

Kesedihan ini memang EGOIS.
Tapi maaf saja, aku tidak akan minta maaf untuk keegoisan kali ini.

Rabu, 17 Maret 2010

16 MAret 2010

Hari ini tepat 2 bulan Adekku Santo pergi.
2 bulan lalu kesedihan yang begitu besar menghantam keluargaku, menghantam aku.

Aku
Hancur

...

Rasa kehilangan ini begitu besar,

Kemudian aku tak tahu harus bagaimana seharusnya aku melanjutkan hidup,
Rasanya aku tak tahu bagaimana untuk kembali berbahagia,
tatkala ada kekosongan dalam hatiku yang semula diisi olehnya,
Ada rasa bersalah yang aneh, untuk merasakan seperti apa rasanya ”bahagia”,
setelah mengerti rasa ”kehilangan”.

Rasa kehilangan yang membuatku kehilangan logika kewajaran akan semuanya.

Ternyata seperti inilah kehilangan itu!

Rasa rindu yang hanya akan terobati pada pertemuan di kekekalan.
Rasa rindu yang rasanya sanggup merelakan apa saja,
hanya untuk melihat dia tersenyum, walau hanya sekilas.
Rasa rindu yang begitu mahal, ketika kesadaran apa saja, bahkan seisi dunia, tak akan sanggup membawa dia kembali.

Rasa rindu yang berujung pada sepi.

Sepi.
Sepi dan sepi.
Sepi, yang akan membuat semuanya wajar kini.
Sepi yang sepertinya harus berpadan dengan rasa kehilangan ini.

2 bulan setelah kepergiannya kini,
Kesadaran akan kehilangan itu semakin nyata,
Ketika tak ada lagi sapa, kata, senyum darinya.
Rasa kehilangan itu masih begitu kental terasa.
Seperti inilah ternyata kehilangan itu.

...

Bagiannya sudah selesai. Tapi tidak bagian kami,
Perpisahan ini hanya sementara, kerinduan ini hanya sementara.
Di dalam kekekalan kelak kami akan bertemu kembali.

(Dek, sampai ketemu di sorga yah. Kau akan selalu hidup di dalam hati kami.)


Teman, Sahabat, inilah kehilangan yang berbungkuskan diamku selama ini,
Maafkan jika aku begitu diam dan mengabaikan semua sapaan kalian.
Maafkan jika ternyata aku tidak sekuat yang sewajarnya,
Maafkan jika semua kebaikan kalian hanya berbalaskan kebisuan,
Maafkan jika aku membutuhkan begitu banyak waktu untuk berdamai dengan rasa kehilangan ini.

Terima kasih untuk kesediaan kalian ambil bagian dalam kehilangan ini.
Terima kasih, untuk mencariku tanpa henti dan menawarkan ”logika hidup” tatkala kehilangan dan sepi satu-satunya logika yang ku pahami,
Terima kasih, untuk mencoba mencari jawaban atas pertanyaan2 yang tak semestinya.

2 bulan sudah, maka aku akan belajar untuk melanjutkan hidupku.

(Sanggau, bersama rindu, sepi, airmata, malam dan jeruk)

Minggu, 14 Maret 2010

aku dan hujan (rindu)

Masih lelah dengan luapan kesedihan yang masih kunantikan kan berlalu,
Kutatap langit senja yang tiba-tiba mencurahkan air begitu lebat.

Senja yang hujan, kesedihan yang mendalam,

dan berjalanlah aku dalam hujan,
malam ini dalam hujan,
aku dan langit menangis bersama.

Sabtu, 06 Maret 2010

Setelah kesedihan itu...
Bukan,
itulah kesedihan terbesar dalam hidupku,
aku masih belum bisa menjalani hidup sebagimana harusny.

Sahabat, maafkan...
aku belum bisa kembali ke kehidupan kalian,
biarkan aku menikmati kesedihan ini dalam kesedirian.
Berikan aku waktu...
maka aku akan kembali.

;;