Minggu, 22 Maret 2009

Sedikit Menyusuri Trafficking

Jumat, 20 Maret 2009

Pagi ini aku harus memaksa diriku untuk meninggalkan kebiasaan bangun pagi jam7 lewat lima menit. Karena pagi ini akan menjadi suatu awal penyusuran bisnis perdagangan orang di perbatasan. Yap, pagi ini aku dan mas pit akan sedikit menyusuri cerita trafiking di gerbang batas entikong (indonesia) dan tebedu (malaysia).

Berangkat dari jam 6 pagi dari Sanggau dan tiba di Entikong jam 9.20 pagi. Sepanjang perjalanan satu hal yang bisa disimpulkan dari perjalanan ini
”sumpah jalannya mulus banget!”.
Tidak heran kalau bisnis perdagangan orang di jalur ini pun lancar, karena infrastrukstur pun mendukung. Bahkan dibandingkan dengan area layanan kantor yang lain, jalan menuju entikong ini memang paling mulus. Minim lubang. Kondisi ini tidak heran karena memang jalan ini memang bertajuk “jalan internasional”. Sebuah jalan yang menjadi penghubung dua negara atau lebih. Sepanjang perjalanan kami berpapasan dengan DAMRI Pontianak-Malaysia-Brunei. Juga salah satu bis Sekadau-Kuching. Bahkan salah satu tetangga pernah mengatarakan kepadaku kalau mau bisa saja kita tidak hanya berhenti samapai malayasia, tapi juga vietnam. Jadi jalan itu mulus karena menghubungkan kita dengan negara lain.titik.

Tujuan pertama dari perjalanan ini adalah bertemu dengan Ibu Arsinah. Beliau adalah tokoh pendiri yayasan anak bangsa. Sebuah yayasan yang sangat concern terhadap pencegahan dan penanggulangan trafficking. Selama tinggal di Sanggau sepak terjang ini tak lagi sesuatu yang asing bagiku.

Tapi sekedar mengingatkan buat yang belum pernah dengar tentang yayasan ini, ingatkah tentang cerita Susi Susanti, seorang pelajar SMP asal Lampung yang diculik dan dibius, yang ketika tersadar sudah berada di bandar Supadio, kemudian dilarikan ke Kuching kemudian dilacurkan disana. Jika rajin mengikuti Kompas pasti mengetahui cerita ini. Karena berita menggemparkan ini sempat beberapa hari dimuat oleh media itu.
Nah, kembali ke Ibu Arsinah. Ibu Arsinah dan yayasan anak bangsa (tentunya juga dibantu oleh pihak lain) inilah yang mengusahakan pemulangan Susi Susanti ini kembali ke Lampung.
Menurut Ibu Arsinah Susi Susantio sempat tinggal 3 bulan di shelter anak bangsa ini.

Kami sampai di Yayasan anak bangsa ini saat kegiatan PAUD baru saja selesai dan diterima langsung oleh ibu Arsinah. Terdapat sebuah papan bertuliskan “lumbung pendidikan luar sekolah” bersebelahan dengan papan bertuliskan “yayasan anak bangsa”. Tidak banyak ruangan dalam bangunan yang tidak besar itu. 1 ruangan yang paling luas dipakai untuk PAUD 109 anak. Kemudian ada 2 ruangan kecil untuk staf, dan 1 pelatihan komputer. Dalam ruangan berisi 6 komputer itulah kami mengobrol selama sekitar 1 jam.

Banyak hal yang kami perbincangkan. Bagaimana dan resiko apa yang dia alami ketika memulangkan para buruh migran. Langkah-langkah yang dia tempuh untuk mencukupkan dana yang dia punya untuk menutupi biaya operasinal yayasan yang dibangun tahun 2001 tersebut. Sebagai sebuah LSM lokal keterbatasan dana tentu saja menjadi problema sehari-hari yayasan tersebut. Memang ada kucuran dana dari LSM yang besar dan pemerintah. Namun dana hibah tersebut tidaklah selalu cukup. Dan saat dana yayasan tak cukup tak jarang ibu arsinah akan merogoh kocek pribadi. “walaupun tidak ada dana tidak mungkin pekerjaan untuk masyarakat ini berhenti”, ungkapnya.

Adalah sesuatu yang wajar yayasan ini harus rajin mencari dana ke pemerintah dan LSM besar, karena memang biaya operasional yayasan ini tidak kecil. Yayasan ini ketika menanggulangi kasus trafficking harus menjemput para TKW tersebut ke Malaysia, menampung (memberi makan dan minum) di shelter sampai si TKW disidangkan dan boleh pulang (yang bisa makan waktu sampai berbulan-bulan), melengkapi mantan TKW tersebut dengan lifeskill sehingga ketika kembali masyarakat dia bisa memakai ketrampilan tersebut untuk mencari nafkah, dan biaya tiket pemulangan mantan TKW tersebut sampai ke daerah asalnya. Patut diingat daerah asal para TKW tersebut tidak bisa dikatakan dekat. Ketika berkunjung ke shelter itu kami bertemu dengan 2 orang TKW dari Tasikmalaya dan 1 orang dari tangerang (silahkan membayangkan betapa jauh dan berapa dana yang dibutuhkan untuk memulangkan mereka).

Kemudian, atas kesadarn bahwa trafficking seharusnya tidak hanya ditanggulangi namun juga dicegah maka yayasan ini juga melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan. Salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan. Yayasan ini menyelenggarakan PAUD, melalui kegiatan ini mereka bisa menolong anak-anak untuk tumbuh cerdas dan kreatif karena sistem pendidikannya didasarkan pada minta anak. Ada juga pertemuan-pertemuan rutin orangtua PAUD. Dalam pertemuan ini selain membahas tentang perkembangan anak, ibu arsinah juga memakai momen itu untuk menjelaskan tentang hak anak. Penyadaran tentang hak anak ini diharapkan bisa mencegah trafficking semakin meluas.

Untuk anak-anak yang tidak biaya untuk sekolah, yayasan ini juga memberikan bantuan langsung. Mulai dari uang sekolah, alat tulis, seragam, sampai buku. Menurut ibu Arsinah putus sekolah hampir dapat dipastikan masyarakat di perbatasan akan memilih menjadi buruh migran di negeri orang. Itulah sebabnya dia mati-matian berjuang, jangan samapi anak-anak di daerah itu putus sekolah. Selain membantu tetap sekolah, yayasan ini juga membantu anak-anak untuk memperluas wawasan dengan membuat sebuah perpustakaan. Ketika berkunjung ini, kami sempat melihat beberapa anak sekolah singgah untuk meminjam buku. Hal ini sangat berlawanan dengan stigma bahwa anak-anak di kalbar ini minim minat baca.

Ada lifeskill untuk anak putus sekolah dan masyarakat. Diharapkan ketika sudah memiliki keterampilan, mereka bisa “mengais rejeki” di negeri sendiri daripada di negeri orang. Saat ini yayasan anak bangsa ini sedang ada pelatihan memasak kue, menjahit, menyulam, salo, dan komp;uter. Yayasan ini selain menyediakan fasilitatornya (biasanya stafnya) juga menyediakan alat dan bahan yang diperlukan. Yayasan ini juga memfasilitasi masyarakat yang tinggal jauh dari entikong. Bahkan untuk sebuah pelatihan menjahit, stafnya harus pergi ke suatu daerah dengan menyewa speed boat seharga 750 ribu.

Kerja keras bu Arsinah pun berbuah manis. Banyak orang yang pernah disentuh hidupnya olehnya, tidak begitu saja melupakan dia. Di sela-sela perbincangan kami, ada salah seorang anak asuhnya menelepon dari Riau untuk sekedar memberi tahu bahwa ibu arsinah masuk majalah katrtini dan tabloid Nova (bahakan ibu arsinah kesulitan mendapatkan media-media itu). Rupanya pekerjaan sosial ibu Arsinah bukan hanya didengar oleh media tapi juga oleh pemerintah. Dalam sebulan ini dia akan travel ke Solo, Jakarta, dan Lampung untuk berbagi pengalamannya.

Sebelum pulang kami dipersilahkan untuk melihat shelter yayasan anak bangsa. Terus terang shelter ini sedikit diluar perkiraanku. Semula aku berpikir, mengingat shleter ini sangat penting dan menjadi daerah tujuan para TKW begitu keluar dari Malaysia aku membayangkan shelter itu sebuah tempat yang nyaman. Ternyata tidak.sheleter itu hanya sebuah ruangan dari kayu, berukuran mungkin 4X4 meter dengan 1 buah tivi dan tanpa penyekat. Terlihat beberapa kasur di pojok dalam keadaan terlipat. Jadi kalau siang ruangan itu dipakai untuk menonton, menyetrika, berbincang-bincang, dan kalau malam untuk tidur. Ada juga sebuah ruangan kecil untuk tempat konseling.
Meskipun tempat itu sangat sederhana tapi bisa berarti surga. Yap untuk para TKW yang lolos dari Malaysia. Itulah kesan yang tangkap ketika sempat berbincang dengan 2 orang TKI yang baru keluar dari Malaysia. “Begitu keluar dari Malaysia lewat gerbang udah senang banget meskipun tidak kenal siapa-siap. Palagi sampai di tempat ini”. Ujar kedua orang TKW yang merupakan paman dan keponakan dari Tasikmalaya. Mereka bercerita mereka tertarik untuk bekerja di Malaysia karena ditawarin oleh orang di kampunya dan diiming-imingi gaji 3 juta sebulan tanp membayar sepeser pun untuk biaya keberangkatan ke malaysia (ongkos dan pembuatan paspor diurus oleh calo). Namun ketika sampai di Malaysia mereka diberi tahu bahwa mereka hanya akan mendapat upah sebanyak 240 ringgit atau sekitar 700 ribu. Ditempatkan disebuah tempat yang jauh dari layak dan upah jauh dari yang dijanjikan, mereka hanya sanggup bertahan bekerja di malaysia selama 1 minggu. Karena tidak tahan lagi mereka memutuskan untuk kabur meskipun tidak punya uang sama sekali (mereka hanya membawa 150 ribu dari Tasikmalaya dan masih diminta oleh calo di perbatasan dengan alasan tidak bisa dipakai di malaysia). Selain mengambil uang handphone mereka juga disita oleh calo di malaysia. Ketika mereka kabur, mereka terselamatkan oleh stiker konsulat jendral indonesia (yang berukuran sangat Kecil) tertempel di sebuah pintu. Mereka meminjam handphone slaah seorang penduduk malaysia dan sms ke nomer konjen Indonesia. Kemudian Kopnjen tersebut menghubungi Ibu Arsinah, dan itulah awalnya mereka sampai di shelter aanak bangsa itu.
“Saya kapok. Mau bekerja di kampung saja. Baru seminggu sudah hampir gila rasanya”, ujar mereka. Rencananya ibu Arsinah akan segera mencari tiket dan segera memulangkan mereka ke Tasikmalaya.

Kami juga sempat bekernalan dengan seorang ibu asal Tangerang. Ceritanya sedikit berbeda dengan kedua bapak dari Tasikmalaya. Ibu ini akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan janji 1.5 juta rupiah. Namun dia saat akan melewati perbatasan dia tertangkap karena memiliki paspor palsu. Akhirnya dia sampai di shelter tersebut sampai digelar sidang kepemilikan paspor palsu.

Kemudian cerita bergulir mengenai seringnya dokumen palsu ataupun pemalsuan identitas demi bisa melewati perbatasan dan bekerja di Malaysia. Selain memalsukan dokumen, terkadang juga jika ada anak yang ingin bekerja di Malaysia, calo juga sanggup membuat paspor dengan memalsukan unmur. Beberapa bulan lalu, di shelter anak bangsa sempat menampung seorang TKW yang masih berusia 15 tahun tapi dituliskan berumur 21 tahun di paspornya. Pemalsuan usia ini gampang dilakukan oleh calo karena memang kepemilikan akte kelahiran yang minim dan syarat pengurusan paspor yang mudah. Untuk di daerah perbatasan pembuatan paspor hanya perlu surat pengantar dari desa, akte kelahiran, ktp, kartu keluarga dan uang sejumlah 270 ribu. Jika ada syarat itu yang tidak terpenuhi money talks atau buatkan saja paspor palsu. Intinya bisnis tenaga kerja ini sindikat. Punya uang atau punya kenalan, paspor mah gampang. Satu lagi yang patut diingat, paspor asli atau palsu ketika sudah tiba di malaysia, maka paspor itu akan ditahan oleh pihak pemberi kerja. Itu berarti dipaerlakukan baik atau buruk, pera pekerja tersebut tidak punya pilihan selain bertahan atau kabur secara diam-diam dengan resiko ditangkap dengan tuduhan penyusup ilegal.

Namun yang sempat mengherankan walaupun sudah mendengar dan melihat langsung kekejaman yang dialami para pekerja di malaysia, ibu itu tidak undur niatnya untuk kerja di malaysia. Dia tak sabar menunggu sidangnya kemudian memiliki paspor asli dan langsung masuk ke malaysia dan bejkerja disana. Hah! Begitu susah kah mengais rejeki di negeri sendiri?
Kami sudah berbincang banyak tentang trafficking, melihat shelter, dan bertemu langsung dengan korban trafficking, saatnya kami melanjutkan perjalanan. Selanjutnya kami akan menuju kediaman ibu endang. Tak banyak yang kami ketahui tentang ibu endang ini. Beliau seorang caleg nomer 2 dari salah satu partai, memiliki satu orang anak dan suami berwarga negara Malaysia, dan dia juga seorang ketua koperasi pasar perbatasan. Kami ingin bertemu dengannya karena dia mengetahui banyak tentang bisnis pecaloan tenaga kerja. Kami bahakan curiga bahwa dia pernah menjadi calo juga JJ

Kami diterima di rumahnya disela-sela kegiatannya mempersiapkan kampanye terbuka. Tak banyak info yang kami dapat karena waktunua sempit dan dia banyak cerita bermuatan pribadi. Tapi setelah berbincang kami tahu bahwa terkadang para pekerja yang berhasil lolos dari malaysia, ternyata juga dieksploitasi di Indonesia. Hal ini disebabkan saat seorang pekerja lolos dari malaysia biasanya tanpa membawa uang dan pakaian. Nah tampillah calo indonesia (yang telah dihubungi oleh calo di malaysia) sebagai pahlawan. Calo ini akan menampung kemudian akan menyalurkan pekerja tersebut kepada majikan baru. Biasanya menjadi pembantu atau pelacur. Hah! Bisnis perdagangan orang ini bukan hanya sindikat tapi sindikat internasional!!

Kemudian kami melanjutakan perjalanan ke border atau gerbang batas malaysia dan indonesia. Kesan pertama yang didapat dari tempat ini adalah:ramai.terlihat sekali ini pusat bisnis dengan penjagaan yang longgar. Begitu sampai disana kami langsung didekati oleh seorang tidak berseragam (calo?) sambil bertanya “bawa orang?” sambil melihat ke arahku. Aha! Ada gunanya punya wajah bego (yang sering membuatku bete). Tanpa ada kesepakatan sebelumnya, aku dan mas pit berpandangan entah bagaimana kami serasa saling berbicara dalam hati, “ayo kita mulai petualangan ini”.Tapiii….hah!sopir kantor yang menyertai kami langsung menjadi pahlawan (kesiangan). Dia menjawab si calo itu dengan berkata “tidak. Kami hanya ingin lihat-lihat”. Owwww!thanks!you mess this adventure up. Mendengar itu si calo langsung pergi.Kami melanjutkan langkah ke penajaga batas Indonesia yang berseragam. Dia bertanya apakah kami warga perbatasan, dan lagi-lagi si pak sopir mencoba menolong kami dengan menjadi pahlawan kesiangan dengan berkata bahwa kami dari balai karangan, sebuah kecamatan di sebelah entikong. Kacau! Si bapak berseragam langsung berkata, kalau warga perbatasan bisa masuk tanpa punya paspor. Tapi dia melanjutkan dengan ucapan” tapi coba aja ke petugas malaysia, yah sapa tau diijinkan”.
Kami berjalan melewati gerbang dan sudah tiba di teroterial malaysia. Kami berhadapan dengan petugas imigrasi malaysia. Yang bertanya bawa paspor atau tidak. Kalay tidak apakah punya KTP. Setelah mas pit menunjukkan paspor dan aku menunjukkan KTP, dia tercengang melihat kamera mas pit. Dan langsung memanggil seniornya yang bermuka galak.Dan si bapak bermuka galak dengan tegas mengucapkan “kalau tidak punya parkir, tidak boleh lewat”. Yah sudahlah. Tapi ada pemandangan menarik menyusul. Ada 2 orang perempuan membawa tas. Maaf banget sebelumnya, perempuan itu mukanya polos sekali dan kelihatan banget dari kampung.Mereka hanya perlu menunjukkan paspor dan langsung bebas memasuki malaysia. Segampang itu. Tidak ada pertanyaan laiinya, untuk tujuan apa masuk ke malayasia?Kalau bekerja, akan bekerja dimana? Berapa cadangan dana yang dibawa?Hah!it is just damn easy.

Kami berbalik menuju gerbang Indonesia lagi. Kali ini ada seorang bapak yang berkata, wah sudah terlalu sore. Jadi kalau mau masuk besok pagi aja!!WOW!apa bedanya sore ini atau besok pagi??toh, dia udah tahu aku tidak bawa paspor!!
Kemudian kami melewati sebuah tulisan, sebelum melewati gerbang batas, wajib lapor. Kami tidak melapor dan kami baik-baik saja. Ckckck!

Kami memutuskan untuk berbicara dengan seorang ibu yang duduk di dekat gerbang. Ternyata dia adalah kuli angkut. Biasanya orang Indonesia yang berbelanja di supermarket di tebedu malaysia tidak diperbolehkan membawa mobil. Jadi ibu ini akan membantu mengangkut belanjaannya dari supermarket sampai ke mobil mereka. Dia bercerita, susah kalau tidak punya paspor tapi nekat masuk ke malaysia. “Jangan mba, nanti di lokap (penjara red. Berasal dari kata :lock up) selama 6 bulan. Bisa gila kalo di lokap. Ibu sudah dua kali di loka”. Pertanyaan yang ada dibenakku adalah, diapain ndipenjara sampai hampir gila? Kenapa ibu ini nekat mencoba dua kali masuk malaysia padahal dia tahu resikonya??

Ketika akan masuk nmobil, seorang tukang parkir berbicara pada kami.”Sebenarnya kalau tidak bawa paspor bisa menyeberang. Saya sering membantu orang dan mobil masuk malaysia. Cukup bayar saya 50 ribu atau 100 ribu. Karena saya punya banyak kenalan disana”
AHA! Memang semudah itulah bisnis perdagangan orang ini.Kalau punya paspor (baik asli maupun palsu) urusannya lancarrrrr. Tidak punya paspor??cukup 100 ribu atau punya kenalan.Intinya adalah: Gampang sekali untuk berpindah ke Malaysia!

Itu menjadi akhir penelusuran kami kali ini. Lain kali (mungkin juli) vketika mas pit datang lagi kami akan melanjutkan penelusuran ini. Saat ini kami hanya bisa menelusuri bagaimana mudahnya menembus batas indonesia-,alaysia. Berikutnya kami akan menelusuri, begitu seorang tenaga kerja melewati gerbang batas, apa yang terjadi??
Jadi sampai ketemu di penelusuran lanjutan. Saat itu aku tidak akan lupa bawa paspor, dan pak sopir harus diberitahu aturan permainan sehingga dia tak lagi jadi pahlwan kesiangan JJ

Masih Juli.
Tapi sebagai feedback perjalanan ini ada kok yang bisa diperbuat.
Mas Pit akan perlgi ke Deplu meminta mereka memperbesar stiker Konjen Indonesia, karena stiker itu sangat penting dan menyelamatkan hidup orang.
Aku akan mengusahakan beberapa bantuan untuk yayasan anak bangsa (peralatan salon dan mesin jahit).
Mari melakukan sesuatu!!

ps:tulisan ini masih acak kadut.ditulis buru-buru takut kelupaan.suatu saat akan dirapiin lagi.janji yee,,,,

0 komentar: