Sabtu, 11 April 2009

Tentang iman

Dalam sebuah dialog, aku hadir diantara teman dan putrinya yang berumur 6 tahun.

Anak berumur 6 tahun: “Pokoknya kalo adek Jova udah 10 bulan ga boleh dititip lagi. Biar Een yang jaga”
Ibu anak berumur 6 tahun: “Emangnya Een ga sekolah?”
Anak berumur 6 tahun: “Een tetap sekolah. Papa yang jaga kalo Een sekolah”
Ibu anak berumur 6 tahun: “Oww, biar aja kalau Papa yang jaga adek Jova, nanti adek dibawa ikut ke warung kopi naik motor. Terus biar aja nanti adek jova jatuh pas dibawa naik motor”
Anak berumur 6 tahun: “Ga akan jatuh. Kan Een bisa berdoa”

Aku dan ibunya hanya tersenyum. Sama-sama sibuk di pikiran kami masing-masing. Namun satu hal yang pasti saat itu kami berpikir. You are so naïve, little girl.

Tapi dialog itu terus bergaung dalam pikiranku.
Dialog itu membantuku mengerti mengapa ribuan tahun yang lalu seorang guru agung pernah mensyaratkan, hanya perlu iman seperti yang dimiliki anak kecil untuk bisa memindahkan gunung. Iman seperti yang dimiliki anak kecil.

Yah iman. Salah satu yang turut surut seiring berlalunya masa kecil.
Rasanya aku pun pernah memiliki iman seperti itu.
Kemana perginya iman itu?
Mengapa aku (nyaris) tidak pernah lupa membayar premi asuransi tapi selalu (nyaris) lupa untuk meminta kesehatan??
Kenapa aku merasa sangat bersalah kalau makan vetsin atau ayam suntik terlalu sering tapi bisa tetap merasa baik-baik saja walau lupa berdoa sebelum makan??
Kenapa aku selalu ragu-ragu untuk memulai sesuatu padahal Dia Yang Agung pernah berkata tidak ada yang sia-sia bersama Dia??
Kenapa aku merasa nyaman dan aman bila mengenal seorang penguasa padahal aku tahu kekuasaan dia hanya sementara??
Mengapa aku takut sekali terlihat buruk didepan orang tapi nerasa baik-baik saja walaupun sadar telah tampil buruk di hadapanNya??
Kenapa sekarang aku waktuku dengan terlalu banyak dipenuhi rencana-rencana yang didasarkan hitung-hitungan tapi tidak bisa berdoa lebih dari 2 menit??
Kenapa aku tidak bisa lupa janji-janji pemerintah, sahabat, kekasih, investasi dan pihak penjual tapi aku selalu lupa bahwa Dia pernah berjanji tidak akan meninggalkanku meskipun langit tak selalu cerah dan bunga-bunga bermekaran.

Ahh, kemana perginya iman itu.
Ahh, seharusnya aku pun bisa berkata, “aku kan bisa berdoa” terlebih dahulu sebelum melelahkan diriku sendiri dengan perencanaan-perencanaan itu.

Lembayung

Sosokmu hadir dalam ingatanku sejak awal
Menatap punggungmu berjalan di depanku
Terkadang membuatku merasa lelah terlindung bayang-bayangmu
Tapi kau toh di depanku yakin setia
“karena seharusnya”
begitu katamu
dan aku berbelok, berlari dari langkahmu
dalam suatu penggalan waktu
berhenti dan menatapmu dan ingin meratap
“aku tak bersalah.aku hanya berjalan saja”
dan kita terpisah.

Sayap dan akarku

bermimpilah dan songsonglah semuanya,
terbanglah dan lihatlah cakrawala disana

kemudian datanglah kembali padaku
ceritakanlah warna-warna cakrawala
ceritakanlah bagaimana rindu itu memeluk kita
kemudian pergilah kembali
lihatlah dan rasakan semuanya

Dan ketika semua mimpi-mimpi itu telah terlalu melelahkanmu
warna-wana itu mengaburkan langkahmu
kembalilah

dahulu aku pernah memberimu sayap dan akar
kau harus bermimpi
namun kau boleh pulang dan kembali
dan kita akan belajar bermimpi lagi

Sanggau, 04 Januari 2008
(dalam kerinduan amat dalam untuk seorang bapak, yang telah memberiku sayap dan akar)

Tenang

Diam
Tenanglah
Dan lihat saja
karena hidup bukan tentangmu

Cermin


ribuan cahaya
ribuan tempat
pandanglah
dan bermimpilah
seseorang disana menatapku
dan bermimipi di sisimu

Menjelang ajal


Cahaya temaram
bercampur udara berbau busuk
menemaniku
melalui malam ini
menyambut kengerian
yang tersaji esok hari
(taruhan daging sapi yang stres semalaman menjelang disembelih pasti jauh lebih tidak enak daripada daging sapi yang secara rahasia langsung disembelih)

panorama


Pulang

Dan biarlah sang surya pulang ke peraduannya
biarlah di bertepi untuk bermimpi

Sendiri


Mendayung perahu
sendiri
disaksikan langit nan suram
hutan yang selalu terdiam
dan riak kecil sungai

Mandi

tren tentangnya boleh berganti.
teori tentangnya pun senantiasa dipebaharui.
namun, mandi di tepi sungai saat senja tetaplah mandi.

Kamis, 09 April 2009

Lapar




















Lapar.Lapar sekali.Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu kurang 10 menit.
Lapar+menu favorit, itulah argumennya.
nasi uduk Cafe Harmony, Sanggau. Total Rp 19.500.











Lelah


Si kakak merampas sepeda adiknya.
Si adik masih ingin bermain dengan sepedanya.
Si kakak buru-buru menaiki sepeda itu.
Si adik buru-buru mengejar si kakak.
Mengejar tanpa lelah.
Mengejar sampai lelah.
(mmmppphhh, hihi, bisa dikategorikan pelanggaran hak anak oleh anak ga yah??)

Cantik


Dia terabaikan namun dia cantik.

Dia rumpun bunga yang terlewati olehku setiap hari

Dia cantik.

Pihak Ketiga




Seorang pria merayu perempuan tanpa persiapan sama sekali.




Si perempuan sangat mengargai momen itu dan mengenakan sepatu mengkilat andalannya. Sayang, si pria hanya mengenakan sandal jepit bututnya.


Namun ada yang lebih parah.


Seharusnya si pria mempertimbangkan tempat untuk merayu. Sebuah tempat yang memungkinkan hanya si perempuan yang mendengar perkaatan mesra si pria. Tapi apa hendak dinyana, kurang persiapan, akhirnya si perempuan bukan satu-satunya mahluk yang mendengar rayuan itu.Pihak ketiga hadir juga disitu

Obat Mujarab


Foto sebuah jamban milik penduduk yang tinggal di pinggiran sungai Kapuas, Sanggau. Ini foto obat yang sangat mujarab, karena cara terampuh, tercepat, dan terlogis ketika diare yah..."keluarkan". Jadi jawaban untuk masalah diare memang "jamban".

;;