Jumat, 19 Juni 2009

susahnya menjadi perempuan Indonesia

Pernah merasa, bahwa alangkah susahnya menjadi perempuan Indonesia??
Aku sering merasakannya.

Jika aku berjalan sendiri dan kebetulan lewat di depan laki-laki yang bergerombol.
Mereka akan bersuit-suit atau memanggil namaku.
Pilihannya dua.
Cuekin, maka siap-siap saja mereka bersorak lebih keras dan menyebut sombong.
Tanggapin, maka bersiap-siaplah kalau mereka akan memandang rendah dirimu, akan meningkatkan suit-suitannya.
Intinya, menjadi perempuan sombong ataupun ramah, tak membuat mereka berhenti bersuit-suit ketika kau berjalan di depan mereka.

Kau menyukai seorang laki-laki, dan seharusnya kau berhak untuk mengungkapkan perasaanmu.Tak ada yang bisa mengekang itu.Toh, si laki-laki itu juga punya hak untuk menerima ataupun menolak perasaanmu.
Tapi, karena kamu seorang perempuan Indonesia tidak semudah itu urusannya.
Kamu akan selalu didengungkan pada nilai, perempuan harus menunggu saja pria itu menyatakan perasaannya.Kalau kamu menyatakan duluan perasaan itu, kamu akan disebut agresif. Dan asal tahu saja, agresif itu berkonotasi negatif, dalam konteks ini.
Kamu, akan diposisikan bahwa pilihan lebih baik menunggu.
Entah sampai kapan.
kalau kamu beruntung, laki-laki itu akan datang menyatakan perasaannya padamu.
Saat kamu tidak beruntung, pria itu tidak datang menawarkan cintanya padamu, dan kemungkinan peria lain yang akan melakmukannya.
Bahkan untuk mengakui perasaan begitu susah karena kita adalah perempuan Indonesia.
Memulai langkah untuk sebuah hubungan yang kamu inginkan, masih suatu keinginan yang butuh perjuangan ekstra. karena kita perempuan Indoenesia.

Masih ada lagi.
(meski aku belum mengalami kesulitan dibawah ini, tapi aku mengamatinya...)

Saat semua pihak berbicara mengenai kesetaraan gender,
saat quota 30% di legislatif menjadi milik perempuan,
tapi masih TETAP susah menjadi perempuan Indonesia.
Salah satu kakinya, selalu dan mengejar modernitas.
Kaki lainnya terikat pada tradisi.
Tak heran selain menjadi orang yang hebat dalam karir, kamu juga harus tetap hebat dalam memasak.
Kamu boleh berlelah-lelah di kantor, tapi kamu tidak boleh menyerahkan seluruh pekerjaan rumah tangga pada pembantumu.
Tidak masalah kamu memiliki penghasilan yang lebih tinggi dari pasanganmu, tapi pengasuhan anakmu adalah kewajibanmu.
Adalah wajar pria si kepala rumah tangga menjadi pencari nafkah (saja)
Adalah kurang ajar , jika kamu si perempuan Indonesia menajdi pencari nahkah saja (saj)
Jadi, bisa dibilang penawaran keseimbangan gender tidak selalu mempermudah menjadi perempuan Indonesia, karena “beban domestik yang mentradisi itu” juga tidak pernah diambil darinya.

Susahnya menjadi perempuan Indonesia.

0 komentar: